TIGA ALASAN Sumantri Tak Pantas Jadi Bupati (Lagi)

H SUMANTRI sejak awal menegaskan pihaknya tak ambisius untuk berlaga pada Pilkada Magetan, 24 April mendatang. Lima tahun kepemimpinannya, dia berupaya mencatatkan tinta emas dan manfaat bagi masyarakat Magetan. Namun, takdir berkata lain. Banyak pihak justru mendesak dia untuk kembali melanjutkan pembangunan yang sudah dirintisnya bersama wakil bupati Samsi, lima tahun terakhir.
Ditegaskan oleh turunnya rekom DPP PDIP, Sumantri akhirnya merasa terpanggil untuk melanjutkan apa yang sudah dirintisnya. Di berbagai kesempatan, dia berpedoman pada falsafah bahwa pemimpin harus mampu hamiwiti, hanengahi dan hamungkasi. Menjadi awalan yang baik, dan harus mampu bermanfaat.
Tentu, kondisi tersebut menghadapkan kembali, mantan Sekda Magetan itu dengan persaingan dan intrik politik. Terlepas dari prestasinya yang tak terbantahkan, beberapa kelemahan Sumantri berhasil dicari-cari. Inilah yang kemudian menjadi tiga alasan (menurut redaksi) untuk tidak memilih (lagi) Sumantri.
Pertama, pemerintahan Sumantri dinilai berjalan di tempat. Dianggap stagnan dan masyarakat haus akan perubahan. Kedua, program prioritas tak mampu maksimal. Salah satunya bidang pertanian, Sumantri dianggap belum mampu mengakomodir kebutuhan petani. Ketiga, Sumantri dianggap tak amanah, dan melegalkan praktik birokrasi korup.
Dua alasan tersebut terkupas dalam rubrik kontroversi yang kami suguhkan dalam edisi kali ini. Bahkan beberapa gebrakan nyata Sumantri-Samsi pro rakyat di bidang pertanian, kami suguhkan pada rubrik galeri.
Sedangkan tudingan pada poin ketiga, tidak ada bukti besar yang menunjukkan bahwa Sumantri tak pernah amanah dalam mengakomodir keinginan masyarakat Magetan. Terlepas dari kontroversi yang ada, Sumantri adalah bupati Magetan yang berhasil menyelesaikan akhir pemerintahannya (periode pertama) dengan mulus, tanpa bermasalah dengan hukum.
Seluruh terobosan dan ‘warisan’ pemerintahan sebelumnya, berhasil disempurnakan bupati Sumantri dan wabup Samsi. Jika ada yang menyangkutpautkan dirinya dengan permasalahan hukum (ambil contoh dugaan korupsi kawasan industri rokok di Bendo), sejak awal Sumantri menyerahkan seluruhnya kepada aparat penegak hukum. Tidak ada intervensi yang dilakukannya kepada para aparat tersebut untuk membela jajaran birokrasinya. Merujuk pada dasar negara hukum, Sumantri menyerahkan seluruh proses penegakan supremasi hukum kepada aparat bersangkutan.
Justru, Magetan masih membutuhkan sosok pemimpin seperti Sumantri dan Samsi. Menciptakan iklim pemerintahan dan suasana kota yang jauh dari konflik. Periode pertama, sudah ditata cukup manis. Periode kedua, lima tahun ke depan, dengan dukungan masyarakat Magetan, duet pemimpin ini tinggal melesat untuk membangun Magetan lebih maju dan sejahtera lagi. Apalagi, keduanya sudah lama tinggal di Magetan, dan memosisikan diri sebagai masyarakat Magetan, dengan segenap dinamikanya.
Itulah tiga alasan Sumantri dan Samsi tak pantas jadi pemimpin Magetan kembali. Semuanya belum ada yang mengacu pada rekam jejak dan bukti nyata. Tak ada demonstrasi besar-besaran yang membeber fakta kegagalan keduanya. Tak ada bukti yang menegaskan kegagalan keduanya. Jika hari ini kita masih meragukan kredibilitas Sumantri-Samsi untuk melanjutkan pembangunan, apa lagi alasannya? Mau sebuah perubahan, perubahan yang seperti apalagi? Apakah perubahan seperti Superman yang berubah dengan menempatkan celana dalamnya di depan? Tentu semua ingin pemimpin yang sudah membuktikan keberhasilannya, bukan pemimpin dagelan. Dan pemimpin itu adalah: Sumantri sebagai bupati serta Samsi sebagai wakil bupati. [*]

Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 komentar: