Sujati, S.Pd, Istri Wakil Bupati Samsi, sekaligus Guru dan Ibu Bagi Kader Banteng Magetan

AYAHNYA, Martodikromo, seorang bayan di Pojoksari, Kecamatan Sukomoro, Magetan. Ibunya, Sademi, pembuat lempeng yang juga menjualnya sendiri di pasar. Meski bukan termasuk keluarga berada, namun Martodikromo dan Sademi adalah orang tua yang memiliki cita-cita tinggi. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak itulah yang mengantarkan Sujati, 56, bisa bersekolah dan menjadi guru. ‘’Bapak dan Simbok itu orang tua ulet. Pekerja keras dan pantang menyerah. Pengorbanan apa pun dilakukan demi pendidikan anak-anaknya. Ibu bangun subuh, jalan kaki menuju pasar desa jualan lempeng. Hasil jualan lempeng untuk membelikan saya sepeda supaya bisa sekolah di SMPN Maospati,’’ kenang perempuan yang kini menjadi pendamping Wakil Bupati Magetan Samsi itu.
Pertemuannya dengan Samsi bermula saat ia belajar di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Magetan. ‘’Saat itu, bapak masih sekolah di STM Madiun. Pertemuan kami diperantarai seorang pelanggan lempeng Simbok, namanya Pak Sumadi. Dia tentara. Awalnya saya tidak mau, lha wong orangnya jelek,’’ canda Yati sambil tergelak. ‘’Tapi bapak orangnya sabar, saya dikejar terus. Kadang saya diantar ke sekolah, atau dikunjungi di rumah kost. Luluh juga saya akhirnya,’’ urai Yati tersipu. Sujati dan Samsi tak menunggu lama untuk mengikatkan hati. Mereka pun mengucap janji pernikahan pada 7 Oktober 1977, tak lama usai tamat sekolah menengah.
Awal pernikahan, keduanya tinggal di rumah Yati-sapaan akrab Sujati. Namun tak lama berselang, Yati mendapat penempatan tugas guru di Sampang, Madura. Hingga tiga tahun Yati mengajar di pulau garam itu. ‘’Karena lama tinggal di Madura, saya jadi tahu kalau orang Madura itu tidak sekasar yang dikatakan orang. Mereka baik kalau kita juga baik,’’ tambah Yati.
Sementara itu Samsi yang berbakat wiraswasta membuka usaha penyedia bahan material bangunan untuk menopang kehidupan rumah tangganya di Magetan. Usaha ini yang kemudian mendekatkan Samsi dengan wong cilik sedari muda. 
Yati menceritakan sosok suaminya yang dekat wong cilik itu. ‘’Bapak itu orangnya tidak tegaan. Sering bapak meminjamkan mrambut (sekam padi, Red) untuk membakar batu bata. Kalau batu batanya jadi, bapak membelinya, pinjaman mrambut bisa dicicil.’’ Dari ketekunannya menjalankan usaha,  mereka bisa membeli rumah seharga 80 juta di Desa Kembangan, Kecamatan Sukomoro. Rumah itu menjadi tempat tinggal mereka hingga sekarang. Yati pun akhirnya ketularan  bakat bisnis suaminya. Ia membuka penggilingan padi.
‘’Iya, lama-lama saya ketularan bapak juga. Sering minjami beras ke tetangga. Kami ikhlas menolong saat itu. Ternyata para tetangga itu mengenang budi lebih dari sekedar nilai rupiah. Keberhasilan bapak mendampingi Pak Bupati Sumantri salah satunya juga karena balas budi para tetangga. Meski kami tak meniatkan begitu mulanya. Siapa menanam kebaikan, ia akan menuai buah kebaikan, begitu kata pepatah,’’ papar Yati yang tetap menjalankan kewajiban rumah tangga meski berstatus istri wakil bupati ini.

Mendampingi Kader Banteng
Menjadi teman hidup seorang Samsi, Yati juga berhadapan dengan aktivitas suami sebagai kader partai. Samsi adalah kader PDI Perjuangan yang militan, merintis karir politik mulai ranting (desa) hingga sekarang memimpin kader banteng di Magetan. ‘’Saya tidak kaget lagi dengan aktivitas bapak. Sejak namanya masih PDI bapak sudah aktif di partai. Saya sering ditinggal-tinggal. Kadang juga saya diajak menghadiri kegiatan partai,’’ terang ibu tiga anak ini.
‘’Saya ikut tegang juga ketika terjadi konflik di partai. Tapi sebagai istri saya mendukung penuh apapun yang menjadi keputusan bapak. Saya menyediakan rumah sebagai tempat pulang. Istirahat pikiran. Jadi kalau di rumah saya tidak membicarakan politik,’’ kata  perempuan kelahiran 8 Mei 1957 ini.
Ketika sang suami menjadi pemimpin di Magetan, Yati pun menjadi lebih sibuk. Ia tak hanya mengajar, tapi juga ikut berbagi tugas dengan istri bupati mengurus kegiatan kewanitaan di Magetan. ‘’Ya akhirnya mau tak mau saya harus ikut terjun juga. Membantu bapak, mendekati masyarakat dan menggali persoalan mereka agar bapak dan pak bupati dapat mencarikan solusinya,’’ terang Yati.

Ingin Punya Perpustakaan
Madura meninggalkan kenangan tersendiri bagi Yati. Di pulau itu ia dipertemukan dengan buku-buku. ‘’Di tempat saya mengajar, dulu ada perpustakaan. Isinya buku-buku inpres. Saya baca semua buku-buku itu. Ingin tahu ceritanya saja awalnya, tapi lama-lama kecanduan,’’ kenang Yati.
Sebenarnya Yati menyadari bahwa membaca buku memberinya banyak pengetahuan baru. ‘’Kalau ditanya obsesi terpendam, saya ingin membuat perpustakaan kampong, di rumah ini. Kan ada ruang kosong banyak. Nanti anak-anak kampung bisa membaca di sini. Ah, pasti itu menyenangkan,’’ tukas Yati sembari menerawang. [Nng]

Biodata
Nama                               : Sujati, S.Pd
Tempat/Tanggal Lahir    : Magetan, 8 Mei 1957
Suami                              : Samsi, ST
Alamat                             : Desa Kembangan, Kecamatan Sukomoro, Magetan
Anak :
- Nanang Sapto Aji
- Nita Erlina
- Tri Susilo

Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 komentar: