Jika Pesimisme = Putus Asa, Salahkah Jika Optimis?


DALAM teori yang ditulis dalam buku Indonesia Optimis, seorang Denny Indrayana menegaskan bahwa beberapa kalangan di tanah air-tentu tidak semuanya-seolah mulai larut dalam gelombang pesimisme. Pernyataan wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut, tentu ber-ekses pula hingga Magetan. Beberapa kalangan, sudah nyata-nyata menegaskan kepesimisannya terhadap roda pemerintahan yang kini dikomandoi bupati Sumantri ini. Meski, kepesimisan tersebut, tak berdasar pada kajian teoritis yang ada. Ibarat menerka temperatur panas tubuh, hanya dengan memegang bathuk, tanpa peduli bagaimana kerjanya termometer.

Mustahil, masih menurut Denny dalam bukunya yang terbit tahun 2011 itu, sebuah daerah berhasil jika modalnya adalah kepesimisan. Pesimisme, menurut guru besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta ini adalah jalan menuju keputusasaan dan berujung dengan kegagalan. Dan sebaliknya, optimisme adalah jalan menuju keberhasilan. Tentunya, optimisme yang berpijak pada realitas. Optimistis sekaligus realistis. Sadar akan tantangan dan problem yang tidak ringan untuk menyelesaikannya, sekaligus secara adil mengakui adanya capaian.

Bagaimana di Magetan? Apakah gelombang pesimisme itu bisa dinetralisir maupun dibalik menjadi sebuah virus optimisme? Manunggaling rasa suka ambangun, Magetan kumandang yen kabeh tumandang. Semangat dalam slogan tersebut menjadi kunci utama bupati H Sumantri untuk mengajak seluruh masyarakat Magetan, bisa optimistis membangun bersama, kota yang sejuk di kaki Gunung Lawu ini. Termasuk membulatkan tekad, niat, untuk memiliki rasa handarbeni, hangrungkebi, mulat sarira, hangroso wani. Untuk bersama-sama membangun Magetan ini, supaya ke depan mampu aman, tenteram dan rukun. Menyatukan tekad demi Magetan yang lebih baik.

Di sisi lain, beberapa sektor multibidang di Magetan, berhasil dipoles dengan manis. Bagaimana masyarakat yang tak pernah meronta lapar, tidak ada konflik serius yang muncul, dan situasi yang tetap kondusif. Berdasarkan teori sosiologi, kondusifitas sebuah daerah, merupakan capaian tertinggi dalam sebuah pemerintahan. Dan salah besar, jika indikator keberhasilan sebuah roda pemerintahan, hanya dilihat dari bangunan megah yang kasat mata.
Mungkin, tak banyak kalangan yang tahu, jika Magetan merupakan daerah yang mampu melakukan swasembada beras. Pada edisi perdana ini, kami suguhkan pula data-data keberhasilan yang sudah dicapai bupati H Sumantri. Bagaimana era Sumantri hingga jelang tahun kelima dia memerintah, seluruh polesannya minim menyisakan polemik. Tentu, jika banyak saksi sejarah pemerintahan Magetan, kondisi ini kontras dengan pemerintahan sebelumnya, yang justru menyisakan berbagai persoalan di akhir kepemimpinannya, meski didengung-dengungkan dengan slogan: semangat membangun.

Tangan dingin Sumantri beserta jajarannya, bukan tanpa dasar jika patut dikatakan cukup berhasil dalam urusan peningkatan sumberdaya manusia. Terbukti, sebelas penghargaan level nasional, berhasil diboyong ke Magetan. Pun, Presiden RI H Susilo Bambang Yudhoyono juga menobatkan Magetan sebagai daerah dengan semangat gotong-royong terbaik tingkat nasional, Mei 2012 lalu. Rasa optimistis itu, setidaknya harus tetap menjadi pedoman. Magetan bisa, dan Magetan pasti mampu dalam semua sektor.

Toh, menurut Chairul Tanjung, tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai seperti membalikkan telapak tangan. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, keuletan, kegigihan dan kedisiplinan. Pengusaha kondang Indonesia yang akrab disapa Si Anak Singkong itu bahkan mengajak seluruh masyarakat untuk bergerak, saling membantu saudara yang lain, tanpa harus menunggu komando pemerintah. Seperti yang pernah terjadi tahun 1998 silam, bersama-sama menghapus tangis dan meretas lingkar kemiskinan.

Di akhir editorial ini, tak lupa kami sampaikan salam sapa dari kami, seluruh awak redaksi. Kulonuwun, kami yang digawangi seluruh anak muda ini, berupaya menyuguhkan sebuah sajian berita, yang dilandasi dengan data-data yang cukup objektif.

Ini merupakan langkah awal kami, sebagai bagian dari pelaku kontrol sosial di Magetan, untuk mengembuskan virus-virus optimistis. Karena jika kembali menggunakan teori seorang Chairul Tanjung, ada tiga peran yang harus bisa dilakukan media. Selain harus mampu menyuguhkan hiburan, harus pula mampu memberikan informasi dan melakukan edukasi. Kami berupaya, ketiga unsur tersebut terpenuhi dalam media ini. Termasuk memberikan ruang khusus bagi pembaca muda dan kalangan perempuan.

Magetan jelas sangat berhak untuk optimistis. Berbagai capaian di era bupati Sumantri ini seolah lewat begitu saja tanpa apresiasi yang memadai. Karena banyak di antara kita, lebih terfokus pada detail masalah, dan tidak membuka ruang yang cukup bagi apresiasi atas hasil kerja keras saudara kita sendiri.

Masih butuh koreksi yang mendalam, bagi kami, setelah terbitnya edisi perdana media Magetan Optimis ini. Karena kami sadar, kekurangan selalu menaungi diri kami. Meski begitu, mudah-mudahan, ini merupakan langkah awal kami untuk mengajakserta seluruh masyarakat Magetan untuk bisa melangkah dengan penuh optimisme. Keep on fighting for the better Magetan! Selamat membaca. Salam. (*)


Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 komentar: