Air untuk Kehidupan yang Bermartabat

TIDAK seperti biasanya. Sejak pagi, awal pekan lalu, Kota Magetan diliputi cuaca mendung, grimis awun-awun. Sesekali reda. Namun matahari belum berkenan menyapa dengan sinarnya yang mencerahkan. Jelang siang, awun-awun berubah menjadi hujan deras hingga jelang petang. Jalan MT Haryono hingga perempatan pasar sayur, genangan air bergerak dan mengalir deras. Lebih tinggi dan deras terjadi di pojok utara alun-alun hingga Jalan Kawi.
Kondisi kontra terjadi di Parang. Di tengah guyuran hujan, kawan-kawan teknik Parang justru harus berjibaku memisahkan jaringan antara Nglopang dan Mategal yang sejak kemarau harus gilir. Memanfaatkan jaringan pipa baru bantuan SPAM APBN TA 2013, kawan-kawan Parang berhasil lepas status pelayanan Nglopang dan Mategal yang semula gilir menjadi pelayanan full 24 jam. Cerah dan riang gembira menghiasi wajah kawan-kawan Parang yang cathuken.
Itulah air. Jika berkumpul banyak tidak melewati jalur yang disediakan, banjir pun datang. Air harus dikelola dengan benar untuk bisa menjadi sumber kehidupan. Sebaliknya, jika dibiarkan akan membinasakan. Karena air bersih sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat.
Demi itu semua, hampir setiap kabupaten/kota memiliki Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang menyalurkan air minum hingga ke seluruh pelosok. Selain lembaga pengelola, juga disiapkan lembaga pengawasan. Mulai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna (BPKP), akuntan publik, DPRD, Dewan Pengawas, hingga pengawas internal.
Pemerintah juga menerbitkan aturan yang ketat agar PDAM bisa hidup, dengan harga air yang terjangkau. Mulai peraturan kepegawaian, sistem akuntansi dan keuangan hingga ketentuan penyusunan tarif.
Penyusunan tarif, misalnya. Semua diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada PDAM. Seluruhnya mempertimbangkan keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya (full cost recovery), efisiensi, akuntabilitas dan aspek perlindungan sumber air baku.
Keterjangkauan dan keadilan artinya untuk biaya hidup rumah tangga per bulan, untuk membayar kebutuhan  air per bulan, tidak melebihi 4 persen Upah Minimum Kabupaten (UMK). Jika UMK Magetan Rp 866.250, maka pembayaran maksimal pelanggan PDAM 10 kubik pertama, idealnya maksimal Rp 34.650. Akan tetapi, dari nilai yang diatur tersebut, PDAM Magetan justru memberlakukan tarif jauh lebih kecil. Yakni hanya Rp 19 ribu atau 2,19 persen saja. Ini bukan promosi, tapi realita di Magetan. Karena kami memandang bahwa air merupakan salah satu indikator untuk kehidupan yang bermartabat. Tentunya, semua itu merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Bupati Magetan Drs H Sumantri, MM.
Pengertian pemulihan biaya pengelolaan air, PDAM harus mampu menghasilkan pendapatan sendiri untuk menutup biaya pengelolaan air. Mulai sumber air baku hingga kran pelanggan. Serta mampu mempertahankan pelayanan untuk tetap prima. Jika untuk biaya produksi saja tidak cukup, bagaimana bisa melayani dengan baik? Kalau gaji karyawan tidak mencapai UMK, bagaimana bisa bekerja dengan baik? Padahal 200 karyawan PDAM juga harus menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak.
Di antara PDAM di eks Karesidenan Madiun, tarif dasar PDAM Magetan adalah yang paling rendah. Apalagi, memperhitungkan angka 60.218 pelanggan dan daya dukung 253 karyawan. Termasuk menjadi lima besar PDAM terbaik di Jawa Timur setelah Malang. Padahal, jika pengembalian biaya pengelolaan (FCR) tidak bisa terpenuhi, maka pelayanan akan amburadul hingga kinerja keuangan defisit. Serta berdampak membebani pemerintah daerah.
Merujuk dalam angka perbandingan tarif air per kubik yang diterapkan, PDAM Magetan menduduki posisi paling murah dari seluruh PDAM se-eks Karesidenan Madiun. Yakni hanya Rp 1.300 per kubik.
Dari kondisi tersebut, tarif Rp 1.300 per kubik berarti 1 liter air PDAM hanya sebesar 1,3 repis. Sementara 1 liter air mineral merek Aqua, harganya Rp 2.000. Bagi yang biasa merokok sehari bisa menghabiskan dua bungkus. Yang misal diambil rata-rata, sebungkus nilainya Rp 10 ribu, atau Rp 20 ribu sehari. Nominal Rp 20 ribu, sudah setara dengan pembayaran rekening PDAM sebulan, dengan jumlah pasokan 15 kubik air atau empat rit truk tangki.
Perbandingan lain, bagi keluarga pemakai telepon seluler (HP) yang biasa dipakai semua kalangan masyarakat, rata-rata pemakaian pulsa per hari mencapai Rp 5.000 per orang. Jika satu keluarga beranggotakan empat orang, maka total pengeluaran untuk beli pulsa sekeluarga, adalah Rp 20 ribu per hari. Itu juga sama dengan rekening air kita sebulan. Tidak hanya cukup dipakai makan, minum, mandi, cuci, bahkan untuk kocor-kocor. Sekali lagi, ini bukan promosi, tapi realita di Magetan. Karena kami memandang bahwa air merupakan salah satu indikator untuk kehidupan yang bermartabat. Tentunya, semua itu merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Bupati Magetan Drs H Sumantri, MM. [*]

Oleh: Gianto*]
*] Penulis adalah Kabag Hubungan Langganan PDAM Magetan

Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 komentar: